Pemerintah Indonesia berencana memanfaatkan sekitar 20 juta hektar lahan hutan untuk ketahanan pangan dan energi. Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menegaskan bahwa langkah ini tidak akan melibatkan deforestasi, melainkan akan memanfaatkan lahan hutan yang telah terdegradasi atau tidak produktif.
Namun, sejumlah pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menyarankan agar pemerintah meninjau ulang rencana tersebut. Mereka menilai bahwa hingga saat ini belum ada urgensi untuk membuka lahan baru secara besar-besaran. Sebaliknya, pemerintah disarankan untuk memperbaiki sistem pertanian yang ada, yang dinilai belum optimal.
Prof. Subejo, S.P., M.Sc., Ph.D., pemerhati kebijakan sosial ekonomi pertanian dari UGM, menyebutkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas produksi pangan, seperti efisiensi penggunaan pupuk, keterbatasan peralatan pertanian, dan minimnya irigasi. Ia menekankan pentingnya mendorong generasi muda untuk terlibat dalam sektor pertanian guna memastikan regenerasi petani.
Also Read
Selain itu, Prof. Ir. Widiyatno, S.Hut., M.Sc., Ph.D., IPM, Guru Besar Kehutanan UGM, menyarankan agar pemerintah memanfaatkan hutan yang terdegradasi menjadi produktif tanpa merusak hutan yang masih baik. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi karbon.
Dengan demikian, meskipun pemerintah menyatakan bahwa pemanfaatan lahan hutan untuk cadangan pangan tidak akan menyebabkan deforestasi, para pakar UGM menekankan perlunya pendekatan yang hati-hati dan mempertimbangkan perbaikan sistem pertanian yang ada sebelum membuka lahan baru.