Sejak menjabat sebagai Presiden Indonesia pada Oktober 2024, Prabowo Subianto telah menetapkan sejumlah kebijakan terkait perubahan iklim dan transisi energi. Dalam pidatonya di KTT G20 pada November 2024, Presiden Prabowo mengumumkan rencana untuk menghentikan operasional semua pembangkit listrik tenaga batu bara dan bahan bakar fosil lainnya dalam 15 tahun ke depan, dengan target mencapai net-zero emission sebelum tahun 2050. Ia juga menargetkan pengembangan kapasitas energi terbarukan sebesar 75 gigawatt dalam periode yang sama.
Namun, para ahli menyatakan bahwa untuk mencapai target tersebut, diperlukan reformasi kebijakan yang signifikan dan investasi besar dalam infrastruktur energi terbarukan. Indonesia saat ini masih sangat bergantung pada batu bara, yang menyumbang 66% dari total produksi listrik negara. Selain itu, pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara baru masih berlangsung, terutama untuk mendukung sektor pengolahan nikel yang vital bagi perekonomian.
Pemerintah Indonesia juga telah menegaskan komitmennya terhadap transisi energi melalui berbagai inisiatif, termasuk partisipasi dalam Just Energy Transition Partnership (JETP) yang diluncurkan pada November 2022. JETP merupakan kesepakatan senilai $20 miliar yang melibatkan negara-negara G7 untuk mendukung dekarbonisasi ekonomi Indonesia yang berbasis batu bara.
Selain itu, pada Maret 2025, Indonesia mengumumkan keputusan untuk bergabung dengan New Development Bank (NDB) yang didirikan oleh negara-negara BRICS. Langkah ini diambil untuk mendukung upaya transformasi ekonomi, termasuk dalam sektor energi terbarukan. Presiden Prabowo menyampaikan berbagai proyek potensial untuk kemitraan dengan NDB, yang menunjukkan komitmen Indonesia dalam pengembangan energi berkelanjutan.
Also Read
Meskipun terdapat komitmen dan rencana ambisius, implementasi kebijakan iklim di Indonesia menghadapi tantangan signifikan. Diperlukan reformasi kebijakan yang mendukung investasi dalam energi terbarukan, penghapusan subsidi bahan bakar fosil, dan pengembangan infrastruktur yang memadai. Selain itu, transparansi dan tata kelola yang baik dalam pengelolaan dana dan proyek terkait iklim menjadi krusial untuk mencapai target yang telah ditetapkan.