Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) menyatakan penolakan terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan tarif royalti atas komoditas nikel. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan kenaikan tarif progresif royalti bijih nikel dari 10% menjadi 14-19%, serta nikel matte dari 2% menjadi 4,5-6,5%.
Ketua Umum FINI, Alexander Barus, mengungkapkan bahwa kenaikan royalti ini dapat membebani industri nikel nasional, terutama di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Faktor-faktor seperti ketidakpastian ekonomi global, melemahnya permintaan dari China, kenaikan biaya produksi akibat kebijakan domestik, dan dampak pajak minimum global menjadi pertimbangan utama penolakan tersebut.
FINI menekankan bahwa hilirisasi nikel telah menciptakan sekitar 350.000 lapangan kerja dan berkontribusi positif terhadap penerimaan negara. Oleh karena itu, kenaikan royalti dianggap dapat mengancam keberlanjutan industri dan lapangan kerja yang telah tercipta.
Meskipun menolak kenaikan royalti saat ini, FINI menyatakan kesiapan untuk berdiskusi dengan pemerintah guna mencari solusi terbaik bagi keberlanjutan industri nikel Indonesia.
Also Read