Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mendorong perubahan paradigma hukum yang lebih inklusif terhadap alam guna mencegah bencana ekologis. CEO IOJI, Mas Achmad Santosa, menekankan perlunya sistem hukum yang tidak hanya berpusat pada manusia (antroposentris), tetapi juga mengakui hak-hak intrinsik makhluk hidup lain, termasuk ekosistem, fauna, dan flora.
Krisis Ekologis dan Batas Kritis Planet
Para ilmuwan menyimpulkan bahwa kita telah memasuki era antroposen, di mana aktivitas manusia menyebabkan kerusakan ekosistem global yang mengancam kehidupan flora dan fauna. Penelitian tahun 2024 menunjukkan bahwa bumi telah melampaui enam dari sembilan batas planet, yaitu:
- Perubahan iklim
- Kehilangan keanekaragaman hayati
- Perubahan siklus nitrogen dan fosfor
- Alih fungsi lahan
- Polusi kimia
- Perubahan air tawar
Selain itu, pengasaman laut mendekati titik kritis atau tipping point.
Also Read
Perlunya Reformasi Hukum yang Inklusif
IOJI menekankan bahwa hukum saat ini masih menempatkan manusia sebagai subjek utama, sementara makhluk hidup lain dianggap sebagai objek untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pendekatan ini perlu diubah menuju sistem hukum yang inklusif bagi semua makhluk hidup (all living beings), guna merespons krisis ekologis secara efektif dan menjaga kelangsungan hidup jangka panjang umat manusia serta alam.
Inspirasi dari Hukum Adat
IOJI juga berharap nilai dan praktik hukum adat dapat menjadi inspirasi bagi aturan nasional dalam menjaga lingkungan. Hukum adat seringkali memiliki kearifan lokal yang harmonis dengan alam, sehingga dapat berperan dalam penyelamatan ekosistem dan kedaulatan pangan.