Indonesia, sebagai negara kepulauan yang terletak di Cincin Api Pasifik, memiliki risiko tinggi terhadap berbagai bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, dan banjir. Kondisi ini menuntut peran aktif dari berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi, dalam membentuk masyarakat yang sadar dan tanggap terhadap bencana.
Peran Strategis Perguruan Tinggi dalam Mitigasi Bencana
Perguruan tinggi memiliki posisi strategis dalam upaya mitigasi bencana melalui tiga pilar utama: pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Melalui pendidikan, kampus dapat menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten dan memiliki kesadaran tinggi terhadap risiko bencana. Dalam bidang penelitian, perguruan tinggi dapat mengembangkan riset berbasis tantangan (challenge-based research) yang berfokus pada solusi nyata untuk permasalahan kebencanaan. Sementara itu, melalui pengabdian kepada masyarakat, kampus dapat menyebarluaskan pengetahuan dan teknologi terkait mitigasi bencana kepada komunitas yang rentan.
Also Read
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Khairul Munadi, menekankan pentingnya peran kampus dalam isu kebencanaan. Beliau menyatakan bahwa tanpa kontribusi aktif dari perguruan tinggi, kerugian terbesar yang mungkin terjadi adalah hilangnya lebih banyak nyawa manusia.
Contoh Implementasi: TDMRC Universitas Syiah Kuala
Salah satu contoh nyata kontribusi perguruan tinggi dalam mitigasi bencana adalah Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) di Universitas Syiah Kuala (USK). TDMRC didirikan sebagai respons terhadap tsunami Aceh tahun 2004 dan telah menjadi pusat penelitian serta edukasi kebencanaan yang berfokus pada pendekatan multidisiplin. Khairul Munadi menyebut TDMRC sebagai praktik baik tentang implementasi kampus berdampak, sebuah gagasan pendidikan tinggi transformatif yang tengah digodok oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Pentingnya Riset Multidisiplin dan Komunikasi Sains
Untuk membangun masyarakat yang sadar bencana, perguruan tinggi perlu mendorong riset multidisiplin yang melibatkan berbagai bidang ilmu. Pendekatan ini memungkinkan pengembangan solusi komprehensif yang dapat diterapkan secara efektif di lapangan. Selain itu, komunikasi sains yang efektif kepada pemangku kepentingan dan masyarakat luas menjadi kunci dalam mengubah pola pikir dan meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana. Khairul Munadi menegaskan pentingnya mengkomunikasikan hasil-hasil riset kepada masyarakat dengan prinsip “communicating science, enhancing resilience”.
Kolaborasi dan Pengembangan Kapasitas
Perguruan tinggi juga didorong untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan komunitas lokal, dalam upaya pengurangan risiko bencana. Melalui kolaborasi ini, diharapkan tercipta sinergi yang dapat memperkuat kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana. Selain itu, pengembangan kapasitas internal di perguruan tinggi, seperti pembentukan pusat studi kebencanaan dan penyelenggaraan pelatihan bagi mahasiswa dan staf, menjadi langkah penting dalam memastikan keberlanjutan kontribusi kampus dalam mitigasi bencana.