Kasus penyelundupan 1,2 ton sisik trenggiling yang melibatkan empat tersangka telah memasuki tahap penyerahan berkas ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Para tersangka terdiri dari seorang warga sipil berinisial AS (45), dua oknum TNI AD berinisial Serka M Yusuf dan Serda Rahmadi Syaputra yang bertugas di Kodim Asahan, serta seorang oknum polisi berinisial Bripka Alfi Hariadi Siregar yang bertugas di Polres Asahan.
Kasus ini terungkap pada 11 November 2024, saat tim gabungan dari Balai Gakkum LHK Wilayah Sumatera, POMDAM I/Bukit Barisan, dan Polda Sumatera Utara melakukan operasi di Kisaran, Kabupaten Asahan. Dalam operasi tersebut, ditemukan 322 kilogram sisik trenggiling yang disimpan dalam kardus di sebuah loket bus di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Kisaran. Penggeledahan lanjutan di rumah oknum TNI Serka M Yusuf di Kelurahan Siumbut Umbut, Kecamatan Kisaran Timur, mengungkap 858 kilogram sisik trenggiling yang disimpan dalam 21 karung. Total barang bukti yang diamankan mencapai 1.180 kilogram atau hampir 1,2 ton.
Berdasarkan perhitungan dan kajian dari Ditjen Gakkum bersama tim peneliti IPB, sekitar 5.900 trenggiling dibunuh untuk mendapatkan 1.180 kilogram sisik. Dengan valuasi ekonomi terkait lingkungan hidup, satu ekor trenggiling bernilai Rp50,6 juta, sehingga total kerugian lingkungan mencapai Rp298,5 miliar.
Saat ini, berkas penyidikan terhadap tersangka AS telah dinyatakan lengkap (P-21) dan diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pada 26 Februari 2025. Barang bukti yang diserahkan meliputi 9 kardus berisi 322 kilogram sisik trenggiling, 1 unit mobil Daihatsu Sigra, 3 unit ponsel, 2 flashdisk berisi hasil digital forensik, serta print out analisis dan data ekstraksi digital forensik.
Also Read
Untuk dua oknum TNI AD, Serka M Yusuf dan Serda Rahmadi Syaputra, penyidikan ditangani oleh POMDAM I/Bukit Barisan. Sementara itu, oknum polisi Bripka Alfi Hariadi Siregar sedang menjalani proses hukum terkait pelanggaran kode etik di Polres Asahan. Penyidik Balai Gakkum LHK Wilayah Sumatera masih terus mendalami dugaan keterlibatan para pelaku tersebut dalam jaringan tindak pidana perdagangan satwa liar.
Kasus ini mencerminkan ancaman serius terhadap kelestarian trenggiling, yang merupakan satwa dilindungi. Perdagangan ilegal sisik trenggiling tidak hanya merugikan secara ekologis tetapi juga secara ekonomi, mengingat peran penting trenggiling dalam ekosistem. Upaya penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan menjaga kelestarian satwa liar di Indonesia.