Perdagangan ilegal burung paruh bengkok masih marak terjadi di Jakarta, terutama di pasar-pasar satwa seperti Pasar Jatinegara dan Pasar Pramuka di Jakarta Timur. Berbagai jenis burung paruh bengkok yang dilindungi, seperti perkici pelangi (Trichoglossus haematodus), nuri coklat (Chalcopsitta duivenbodei), dan nuri aru (Chalcopsitta scintillata), masih diperjualbelikan secara bebas tanpa sertifikat resmi.
Robby Padma, Spesialis Pemantauan Perdagangan Ilegal Satwa Liar dari Garda Animalia, menyatakan bahwa tingginya minat konsumen menjadi salah satu faktor utama maraknya perdagangan ilegal ini. Burung paruh bengkok diminati karena tampilan yang menarik, suara merdu, dan kemampuannya menirukan ucapan manusia.
Selain itu, ukuran burung paruh bengkok yang relatif kecil memudahkan penyelundupan dalam jumlah besar. Modus operandi yang sering digunakan meliputi penyamaran burung dalam koper, botol air mineral, atau dicampur dengan barang lain seperti pakaian dan makanan. Perdagangan daring melalui media sosial juga menjadi tren, dengan peningkatan signifikan dalam iklan penawaran dan permintaan burung paruh bengkok selama beberapa tahun terakhir.
Also Read
Kurangnya edukasi masyarakat dan minimnya pengawasan dari hulu ke hilir oleh pemerintah turut memperparah situasi ini. Kementerian Kehutanan, sebagai pihak yang bertanggung jawab, masih kekurangan petugas untuk mengawasi kawasan hutan dan pelabuhan yang menjadi jalur keluar-masuk satwa liar.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kerjasama antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat dalam meningkatkan pengawasan serta edukasi mengenai pentingnya pelestarian burung paruh bengkok. Penegakan hukum yang tegas dan pemberian sanksi yang berat bagi pelaku perdagangan ilegal diharapkan dapat memberikan efek jera dan menekan angka perburuan serta perdagangan satwa dilindungi ini.