Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR menuai perhatian publik terkait dampaknya terhadap demokrasi di Indonesia. Beberapa poin krusial dalam revisi ini meliputi:
- Penambahan Kementerian/Lembaga yang Dapat Diisi Prajurit Aktif: Jumlah kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif meningkat dari 10 menjadi 16.
- Perluasan Operasi Militer Selain Perang (OMSP): Cakupan OMSP diperluas dari 14 menjadi 17 urusan, termasuk penanggulangan ancaman siber, perlindungan WNI di luar negeri, dan penanggulangan penyalahgunaan narkotika.
- Penempatan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil: Revisi ini memungkinkan prajurit TNI aktif menempati jabatan sipil tanpa harus pensiun atau mengundurkan diri, yang sebelumnya hanya diperbolehkan untuk jabatan tertentu.
Kekhawatiran terhadap Demokrasi
Sejumlah kalangan masyarakat sipil menilai bahwa perubahan tersebut berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI seperti pada masa Orde Baru, di mana militer memiliki peran dominan dalam urusan sipil dan politik. Mereka khawatir bahwa perluasan peran TNI dalam sektor sipil dapat mengancam prinsip supremasi sipil dan independensi lembaga pemerintahan.
Selain itu, pelibatan militer dalam OMSP tanpa persetujuan DPR dinilai dapat melemahkan mekanisme checks and balances antara lembaga negara, yang merupakan elemen penting dalam sistem demokrasi.
Also Read
Pandangan Pemerintah
Di sisi lain, pemerintah berpendapat bahwa revisi UU TNI bertujuan untuk memperkuat peran TNI dalam menghadapi ancaman non-tradisional dan meningkatkan efektivitas penanganan isu-isu strategis nasional. Mereka menekankan bahwa keterlibatan TNI dalam sektor-sektor tertentu diperlukan untuk menjawab tantangan keamanan yang semakin kompleks.