Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, kembali mencuat dan memicu kontroversi di tengah masyarakat. Sejumlah pihak menilai bahwa rekam jejak kepemimpinan Soeharto selama 32 tahun di era Orde Baru menyimpan berbagai catatan kelam yang tidak sejalan dengan nilai-nilai kepahlawanan.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Rezim Otoriter
Salah satu alasan utama penolakan terhadap pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto adalah dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi selama masa pemerintahannya. Peristiwa seperti pembantaian massal pasca-1965, operasi militer di Timor Timur, Papua, dan Aceh, serta pembungkaman terhadap gerakan pro-demokrasi menjadi catatan hitam dalam sejarah Indonesia. Menurut laporan, invasi dan pendudukan Indonesia di Timor Timur selama masa kepemimpinan Soeharto mengakibatkan setidaknya 100.000 kematian.
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)
Soeharto juga dikenal dengan praktik KKN yang merajalela selama masa pemerintahannya. Transparency International pernah menempatkan Soeharto sebagai pemimpin paling korup di dunia, dengan dugaan penggelapan dana negara hingga mencapai 15–35 miliar dolar AS. Kasus penyelewengan dana Yayasan Supersemar menjadi salah satu contoh nyata, di mana dana yang seharusnya digunakan untuk beasiswa malah dialihkan ke perusahaan swasta dan investasi pribadi.
Penindasan terhadap Kebebasan Sipil
Rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto dikenal dengan penindasan terhadap kebebasan sipil, termasuk pembungkaman pers, pembatasan kebebasan berpendapat, dan penindasan terhadap kelompok minoritas. Kebijakan seperti Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) digunakan untuk mengontrol media, sementara kebijakan asimilasi terhadap etnis Tionghoa membatasi ekspresi budaya dan identitas mereka.
Also Read
Proses Pengusulan yang Kontroversial
Proses pengusulan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto juga menuai kritik. Beberapa pihak menilai bahwa pengusulan ini dilakukan tanpa diskusi publik yang memadai dan terkesan sebagai upaya rehabilitasi nama baik Soeharto tanpa mempertimbangkan penderitaan korban rezim Orde Baru. Peneliti dari BRIN menyatakan bahwa pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto sangat kontroversial dan dapat menjadi bentuk pemakluman terhadap pelanggaran HAM di masa lalu.
Kesimpulan
Mengingat berbagai catatan pelanggaran HAM, praktik KKN, dan penindasan terhadap kebebasan sipil selama masa kepemimpinan Soeharto, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada beliau dianggap tidak pantas oleh banyak pihak. Penghargaan semacam ini seharusnya diberikan kepada individu yang benar-benar mencerminkan nilai-nilai kepahlawanan dan tidak memiliki rekam jejak yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.