Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) periode 2018 hingga 2023. Tujuh tersangka tersebut terdiri dari empat pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Mereka adalah Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional; Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur PT Orbit Terminal Merak.

Dalam proses penyidikan, Kejagung menemukan bahwa PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 (Pertalite) dengan harga yang setara dengan RON 92 (Pertamax). Kemudian, Pertalite tersebut dioplos atau diblending di depo untuk menjadi RON 92, yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
Menanggapi isu yang berkembang, PT Pertamina Patra Niaga menegaskan bahwa kualitas Pertamax yang disalurkan ke masyarakat telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah, yaitu RON 92. Proses yang dilakukan di terminal utama BBM adalah injeksi warna (dyes) sebagai pembeda produk dan injeksi additive untuk meningkatkan performa produk, bukan pengoplosan atau perubahan RON. Pertamina memastikan bahwa distribusi BBM diawasi oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Also Read

Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya energi nasional. Masyarakat diharapkan dapat memperoleh informasi yang jelas dan akurat mengenai kualitas dan proses distribusi BBM yang mereka konsumsi.