Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapuskan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden menjadi langkah besar yang dipastikan akan mengubah dinamika politik Indonesia. Aturan yang selama ini mengharuskan partai politik atau koalisi memiliki minimal 20% kursi DPR untuk mencalonkan presiden resmi tidak berlaku lagi. Keputusan ini menuai beragam respons dan memunculkan spekulasi tentang peta politik ke depan.
Apa Itu Presidential Threshold?
Presidential threshold adalah ambang batas minimal perolehan kursi di DPR yang harus dimiliki oleh partai politik atau gabungan partai untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden. Aturan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Selama bertahun-tahun, presidential threshold kerap menjadi perdebatan karena dianggap membatasi jumlah kandidat dan mempersempit kompetisi politik.
Mengapa Presidential Threshold Dihapuskan?
Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menghapuskan presidential threshold dengan beberapa pertimbangan, antara lain:
Also Read
- Meningkatkan Demokrasi: Dengan menghapus ambang batas, lebih banyak kandidat dari berbagai latar belakang bisa mencalonkan diri, sehingga rakyat memiliki lebih banyak pilihan.
- Mengurangi Dominasi Partai Besar: Aturan ini sebelumnya dianggap menguntungkan partai besar dan menyulitkan partai kecil atau independen untuk bersaing.
- Mendorong Kompetisi Sehat: Tanpa batasan, calon presiden dapat lebih fokus pada program kerja dan kompetensi dibandingkan koalisi politik.
Dampak Besar bagi Peta Politik Indonesia
Keputusan ini akan membawa dampak signifikan pada dinamika politik Indonesia, baik dalam jangka pendek maupun panjang:
- Lebih Banyak Kandidat Tanpa ambang batas, partai politik kecil atau independen memiliki peluang lebih besar untuk mengajukan calon presiden. Ini akan menciptakan kompetisi yang lebih luas dan beragam dalam pemilihan presiden.
- Fragmentasi Koalisi Partai-partai besar yang sebelumnya mengandalkan koalisi untuk memenuhi presidential threshold mungkin akan menghadapi tantangan baru. Kemungkinan besar, akan terjadi fragmentasi atau perpecahan koalisi karena tidak lagi ada kebutuhan mutlak untuk bergabung.
- Meningkatnya Peran Calon Independen Keputusan ini membuka jalan bagi calon independen untuk bersaing langsung dalam pemilihan presiden, asalkan mereka memenuhi syarat dukungan masyarakat.
- Potensi Putaran Kedua Dengan banyaknya kandidat, kemungkinan tidak ada calon yang memperoleh suara mayoritas di putaran pertama menjadi lebih besar, sehingga putaran kedua mungkin akan lebih sering terjadi.
- Tekanan pada Partai Kecil Meski membuka peluang lebih besar, partai kecil juga harus bersiap menghadapi tantangan lebih berat untuk menonjolkan kandidat mereka di tengah persaingan yang semakin ketat.
Respons Beragam dari Publik dan Politisi
Keputusan ini memicu berbagai respons, baik dukungan maupun kritik:
- Pendukung: Menganggap langkah ini sebagai tonggak demokrasi yang lebih inklusif dan adil.
- Pengkritik: Mengkhawatirkan risiko meningkatnya instabilitas politik akibat banyaknya kandidat yang bersaing.