Revisi Tata Tertib (Tatib) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang baru-baru ini disahkan menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap citra positif pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Perubahan ini memberikan DPR kewenangan untuk mengevaluasi dan merekomendasikan pencopotan pejabat negara yang telah melalui proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
Kritik terhadap Revisi Tatib DPR:
- Pelanggaran Prinsip Pemisahan Kekuasaan: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai bahwa revisi ini melampaui kewenangan DPR dan berpotensi merusak tatanan negara hukum serta demokrasi di Indonesia. Mereka menegaskan bahwa DPR tidak memiliki wewenang untuk memberhentikan pejabat negara di tengah masa jabatan.
- Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan: Pakar hukum tata negara dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Dr. King Faisal Sulaiman, menyatakan bahwa revisi ini dapat menjadikan DPR sebagai lembaga yang otoriter dan melampaui batas kewenangannya, yang seharusnya hanya mengatur urusan internal.
- Kekhawatiran Publik: Pengamat politik Rocky Gerung mengkritik revisi ini sebagai bentuk arogansi DPR yang dapat memperburuk citra politikus di Senayan. Ia menilai bahwa DPR seharusnya tidak memiliki kewenangan untuk mencopot pejabat negara yang telah mereka pilih melalui proses uji kelayakan dan kepatutan.
Implikasi terhadap Citra Pemerintahan Prabowo:
Also Read
Meskipun revisi Tatib DPR merupakan inisiatif legislatif, publik dapat mengaitkannya dengan pemerintahan saat ini, mengingat hubungan erat antara eksekutif dan legislatif. Jika revisi ini dianggap sebagai upaya untuk memperkuat kekuasaan legislatif secara berlebihan, hal ini berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintahan Prabowo dalam menjaga prinsip demokrasi dan pemisahan kekuasaan.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintahan Presiden Prabowo untuk menanggapi kekhawatiran ini dengan bijak, memastikan bahwa prinsip-prinsip demokrasi tetap dijunjung tinggi, dan menjaga keseimbangan kekuasaan antara lembaga negara.