Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) menegaskan bahwa rokok elektronik, seperti vape atau pod, bukanlah solusi efektif untuk berhenti merokok. Dr. Benget Saragih, Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes, menyatakan bahwa meskipun rokok elektronik tidak mengandung TAR, produk ini tetap mengandung nikotin dalam bentuk cair yang dapat menyebabkan adiksi dan gangguan kesehatan, terutama pada saluran pernapasan.
Selain itu, data menunjukkan peningkatan signifikan dalam penggunaan rokok elektronik di Indonesia. Pada tahun 2011, prevalensi pengguna rokok elektronik hanya 0,3 persen, namun meningkat menjadi 3 persen pada tahun 2021. Peningkatan ini diduga akibat promosi masif yang menyasar kalangan muda dengan kemasan menarik.
Kemenkes juga menyoroti pentingnya implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mengatur rokok konvensional dan elektronik secara setara. Aturan ini mencakup kewajiban mencantumkan peringatan kesehatan sebesar 50 persen pada kemasan, informasi mengenai kandungan nikotin dan bahan berbahaya lainnya, serta larangan konsumsi bagi individu di bawah usia 21 tahun dan ibu hamil.
Also Read
Pemerintah berkomitmen untuk menurunkan prevalensi perokok anak di Indonesia, yang berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencapai 5,9 juta anak. Upaya ini diharapkan dapat mencegah peningkatan jumlah perokok di masa mendatang dan mengurangi beban biaya kesehatan terkait penyakit akibat merokok.
Secara keseluruhan, Kemenkes menegaskan bahwa rokok elektronik bukanlah alternatif yang aman atau efektif untuk berhenti merokok, dan penggunaannya justru dapat menimbulkan risiko kesehatan baru.