Pada 18 Maret 2025, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa serangan udara besar-besaran yang dilancarkan ke Jalur Gaza merupakan “hanya permulaan” dari operasi militer yang lebih luas. Serangan tersebut menewaskan lebih dari 400 warga Palestina dalam satu hari, termasuk perempuan dan anak-anak, serta menghancurkan infrastruktur vital di wilayah tersebut.
Netanyahu menegaskan bahwa operasi militer akan terus berlanjut hingga semua sandera Israel dibebaskan dan ancaman dari Hamas sepenuhnya dihilangkan. Dia juga menyatakan bahwa negosiasi dengan Hamas hanya akan dilakukan “di bawah tembakan”, menekankan bahwa tidak akan ada jeda dalam serangan sampai tujuan Israel tercapai.
Serangan ini mengakhiri gencatan senjata yang telah berlangsung sejak Januari 2025. Israel menuduh Hamas tidak memenuhi kesepakatan untuk membebaskan sandera yang tersisa, yang menjadi alasan utama dimulainya kembali operasi militer.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengindikasikan bahwa konflik ini mungkin akan berlangsung lama, menekankan bahwa Hamas harus memahami bahwa aturan telah berubah. Israel juga telah mengeluarkan perintah evakuasi untuk beberapa bagian Gaza, yang mengisyaratkan kemungkinan serangan darat dalam waktu dekat.
Also Read
Di sisi lain, Hamas mengutuk serangan tersebut dan menuduh Netanyahu mempertaruhkan nyawa sandera untuk keuntungan politik. Mereka juga menekankan bahwa serangan ini hanya akan memperkuat perlawanan dan tidak akan memaksa mereka menyerah.
Komunitas internasional telah mengecam eskalasi kekerasan ini. Negara-negara seperti Turki, Iran, Afrika Selatan, Prancis, Arab Saudi, dan Mesir menyerukan segera dihentikannya serangan dan diadakannya gencatan senjata. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi kemanusiaan lainnya juga menyuarakan keprihatinan mendalam atas meningkatnya korban sipil dan memburuknya krisis kemanusiaan di Gaza.