Pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) telah memicu perdebatan mengenai potensi kekebalan hukum bagi institusi dan pejabatnya. Kekhawatiran ini muncul seiring dengan ketentuan dalam revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang memberikan perlindungan hukum kepada pengurus Danantara atas kerugian yang timbul dari keputusan bisnis, selama dapat dibuktikan bahwa keputusan tersebut diambil tanpa kesalahan atau kelalaian.
Pengamat hukum menyoroti bahwa ketentuan ini dapat menjadi celah bagi impunitas, mengingat mekanisme pengawasan terhadap Danantara tidak melibatkan lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan investasi negara.
Meski demikian, pihak Danantara menyatakan bahwa lembaga tersebut tetap dapat diaudit oleh KPK dan BPK, terutama jika terdapat indikasi tindakan yang tidak patut atau bersifat kriminal. Pernyataan ini bertujuan untuk menepis anggapan bahwa Danantara kebal hukum dan menegaskan komitmen terhadap prinsip tata kelola yang baik.
Namun, sejumlah pakar hukum tetap mengingatkan bahwa tanpa mekanisme pengawasan yang efektif dan independen, serta keterlibatan publik dalam proses legislasi, risiko penyalahgunaan wewenang dan korupsi tetap tinggi. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa Danantara beroperasi dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi, guna mencegah terulangnya skandal seperti yang terjadi pada 1MDB di Malaysia.
Also Read