Pada 19 Februari 2025, keluarga korban menanyakan isi percakapan chat dengan pelaku yang isi pesannya dinilai tidak senonoh.
Setelah diinterogasi, korban mengaku telah disetubuhi oleh AZ, pertama kali pada 21 Juli 2024 sekitar pukul 10.00 WIB di rumah pelaku yang dalam kondisi sepi.
Korban menjelaskan perbuatan itu terjadi berulang kali dengan modus diajak belajar, mengingat rumah korban dan pelaku merupakan tetangg.
Pelaku berinisial AZ, 38 tahun, berstatus guru tidak tetap (honorer) di sebuah SMK di wilayah hukum Polres Nias .
Korban adalah bocah perempuan usia 10 tahun, duduk di bangku kelas VI SD, yang tinggal berdekatan dengan pelaku.
Pada 20 Februari 2025, ibu korban melaporkan kasus ini ke Polres Nias.
Setelah penyelidikan dan gelar perkara, AZ ditetapkan sebagai tersangka pada 3 April 2025 berdasarkan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara hingga 15 tahun.
AZ tidak ditahan dengan alasan adanya jaminan dari istri tersangka dan agar pelaku dapat wajib lapor selama proses penyidikan.
Also Read
Masyarakat setempat dan lembaga perlindungan anak menuntut agar polisi menahan AZ demi memberi rasa aman kepada korban dan keluarga.
Beberapa aktivis mengingatkan pentingnya pengawasan digital orang tua untuk mendeteksi chat mencurigakan sebagai langkah pencegahan.
Orang tua diimbau rutin memantau komunikasi digital anak, termasuk chat dan media sosial.
Sekolah diharapkan meningkatkan edukasi perlindungan anak bagi guru dan siswa, serta menerapkan sistem pengaduan yang mudah diakses