Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan bahwa surat tuntutan terhadap Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, sangat tebal, mencapai 1.300 halaman. Karena volumenya yang luar biasa besar, jaksa memohon izin kepada majelis hakim untuk tidak membacakan seluruh dokumen, tetapi hanya memfokuskan pada pokok-pokok tuntutan—dan persetujuan pun diberikan oleh majelis serta tim hukum Hasto.
Jaksa menegaskan bahwa tuntutan KPK tidak bermaksud sebagai balas dendam, melainkan sebagai bahan pembelajaran agar kesalahan serupa tidak terulang di masa mendatang. Mereka juga menjelaskan bahwa pembuktian didasarkan pada alat bukti yang terungkap selama persidangan, bukan sekadar pengakuan terdakwa.
Dalam isi pokok tuntutan, Hasto didakwa atas dua hal utama:
- Perintangan penyidikan kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku. Hasto disebut-tuding memerintahkan perendam ponsel Harun ke dalam air melalui Nur Hasan dan ajudannya Kusnadi, guna menghindari pelacakan oleh KPK saat OTT Wahyu Setiawan pada Januari 2020.
- Tindakan suap sebesar S$ 57.350 (sekitar Rp 600 juta) diberikan bersama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku kepada Wahyu Setiawan, dengan tujuan mempengaruhi keputusan KPU dalam proses PAW Harun Masiku.
Perbuatan ini dijerat berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor jo. Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP .
Also Read
Pengadilan Tipikor Jakarta kini tengah menjalani sidang pembacaan pokok tuntutan yang dianggap telah mewakili keseluruhan dokumen, meski tidak dibacakan tiap halaman secara harfiah.