Kejaksaan Agung (Kejagung) dan PT Pertamina (Persero) tengah berselisih terkait dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dengan Pertalite. Kejagung mengungkapkan temuan bahwa BBM dengan Research Octane Number (RON) 90 atau lebih rendah dicampur dengan RON 92, kemudian dijual sebagai Pertamax. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, menyatakan bahwa penyidik menemukan praktik pencampuran tersebut, di mana BBM RON 90 atau 88 diblending dengan RON 92.
Sebaliknya, Pertamina melalui Vice President Corporate Communication, Fadjar Djoko Santoso, membantah tuduhan tersebut. Fadjar menegaskan bahwa BBM yang dijual ke masyarakat telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yaitu RON 92 untuk Pertamax dan RON 90 untuk Pertalite. Ia juga menambahkan bahwa proses di terminal BBM hanya melibatkan penambahan aditif dan pewarna, tanpa mengubah nilai RON.

Kejagung mengklaim bahwa praktik pengoplosan ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp193,7 triliun. Kerugian tersebut berasal dari beberapa komponen, antara lain kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun dan kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp9 triliun.
Pertamina menegaskan bahwa mereka selalu mematuhi prosedur dan pengawasan ketat dalam menjaga kualitas BBM yang didistribusikan ke masyarakat. Perusahaan memastikan bahwa tidak ada praktik pengoplosan dalam distribusi BBM mereka.
Also Read