Pada 28 Maret 2025, Myanmar diguncang gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,7 magnitudo yang menyebabkan setidaknya 1.700 orang tewas dan lebih dari 3.400 lainnya terluka. Sebagai respons terhadap bencana ini, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), yang merupakan pemerintahan bayangan oposisi Myanmar, mengumumkan gencatan senjata sepihak selama dua minggu mulai 30 Maret 2025. Langkah ini bertujuan untuk memfasilitasi operasi penyelamatan dan distribusi bantuan kemanusiaan di wilayah-wilayah terdampak gempa.
Namun, meskipun ada seruan untuk gencatan senjata, laporan menunjukkan bahwa militer Myanmar (Tatmadaw) terus melakukan serangan udara di beberapa wilayah, termasuk daerah yang terkena dampak gempa. Serangan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa upaya bantuan kemanusiaan dapat terhambat. Beberapa kelompok etnis bersenjata dan organisasi internasional mendesak militer untuk menghentikan operasi ofensif guna memungkinkan bantuan mencapai korban yang membutuhkan.
Situasi ini menyoroti kompleksitas krisis kemanusiaan di Myanmar, di mana bencana alam dan konflik bersenjata saling berkelindan, memperumit upaya penyelamatan dan pemulihan bagi masyarakat terdampak.
Also Read