Penggunaan media sosial yang berlebihan pada anak-anak dapat menyebabkan kemerosotan otak atau brain rot, yaitu penurunan fungsi kognitif akibat paparan konten digital berkualitas rendah secara terus-menerus. Kondisi ini dapat mengakibatkan menurunnya daya ingat, kesulitan berkonsentrasi, dan penurunan kemampuan berpikir kritis. Selain itu, anak-anak menjadi lebih rentan terhadap stres, kecemasan, dan depresi akibat konsumsi konten yang berlebihan.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia tengah menyusun regulasi yang membatasi usia minimum penggunaan media sosial. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menegaskan bahwa regulasi tersebut harus berpihak pada kepentingan terbaik anak, melindungi mereka dari risiko di dunia digital tanpa mengabaikan hak mereka untuk berekspresi dan mengakses informasi sesuai usia dan perkembangan mereka.
Langkah ini sejalan dengan upaya global untuk melindungi anak-anak di ranah digital. Misalnya, Australia telah mengesahkan undang-undang yang melarang anak di bawah 16 tahun memiliki akun media sosial, dengan tujuan melindungi mereka dari bahaya daring dan menjaga kesehatan mental serta emosional mereka.
Also Read
Selain regulasi pemerintah, peran orang tua sangat penting dalam membatasi dan mengawasi penggunaan media sosial oleh anak-anak. Pendidikan mengenai penggunaan media sosial yang sehat dan pengawasan ketat harus menjadi bagian dari upaya bersama untuk melindungi anak-anak dari dampak negatif dunia digital.
Dengan kombinasi regulasi yang tepat dan peran aktif orang tua, diharapkan anak-anak dapat terhindar dari kemerosotan otak dan dampak negatif lainnya akibat penggunaan media sosial yang tidak terkontrol.