PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, resmi menghentikan seluruh operasionalnya pada 1 Maret 2025. Keputusan ini merupakan puncak dari serangkaian masalah keuangan yang telah membelit perusahaan selama beberapa tahun terakhir.
Awal Mula Masalah Keuangan
Permasalahan Sritex bermula pada akhir 2020 ketika pandemi COVID-19 melanda dunia, menyebabkan penurunan permintaan global terhadap produk tekstil dan garmen. Situasi ini berdampak signifikan pada pendapatan perusahaan. Pada Maret 2021, Sritex gagal membayar pinjaman sindikasi sebesar US$350 juta, menandai awal kesulitan likuiditas yang serius.
Proses Hukum dan Kepailitan
Also Read
Kondisi keuangan yang memburuk memicu pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh kreditur pada April 2021 di Pengadilan Niaga Semarang. Meskipun upaya restrukturisasi utang dilakukan, Sritex akhirnya dinyatakan pailit pada Oktober 2024 setelah gagal memenuhi kewajiban kepada kreditur dalam tenggat waktu yang diberikan selama proses PKPU.
Penutupan Operasional dan Dampak PHK
Sebagai konsekuensi dari putusan pailit, Sritex menghentikan seluruh operasionalnya per 1 Maret 2025. Langkah ini berdampak langsung pada lebih dari 10.000 karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Proses PHK dilakukan dalam dua gelombang: pertama pada Januari 2025 terhadap 1.065 karyawan PT Bitratex Semarang, dan gelombang kedua pada 26 Februari 2025 yang mencakup 8.504 karyawan PT Sritex Sukoharjo, 956 karyawan PT Primayuda Boyolali, 40 karyawan PT Sinar Pantja Jaya Semarang, serta 104 karyawan PT Bitratex Semarang.
Upaya Pemerintah dan Tanggung Jawab Kurator
Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, menyatakan bahwa pemerintah akan mengawal proses ini untuk memastikan hak-hak para buruh terpenuhi. Setelah keputusan PHK ditetapkan, tanggung jawab pesangon sepenuhnya menjadi kewenangan kurator, sementara jaminan hari tua bagi para pekerja akan ditangani oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Penutupan Babak Sejarah Sritex
Penutupan Sritex menandai berakhirnya perjalanan panjang perusahaan yang didirikan oleh HM Lukminto pada 1966 di Solo, Jawa Tengah. Dari sebuah toko kecil di Pasar Klewer, Sritex berkembang menjadi produsen tekstil terkemuka yang memasok seragam militer ke lebih dari 30 negara. Namun, berbagai tantangan finansial dan operasional dalam beberapa tahun terakhir akhirnya memaksa perusahaan ini untuk menghentikan operasionalnya secara permanen.