Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menghadapi tantangan signifikan terkait kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara. Salah satu isu utama adalah pernyataan bersama antara Indonesia dan Tiongkok yang menyebutkan kerja sama di wilayah dengan klaim tumpang tindih. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Indonesia mengakui klaim Tiongkok atas wilayah tersebut, yang sebelumnya tidak pernah diakui.
Menanggapi kekhawatiran ini, Kementerian Luar Negeri Indonesia menegaskan bahwa kerja sama tersebut tidak berdampak pada kedaulatan atau yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara. Indonesia tetap berpegang pada prinsip-prinsip UNCLOS 1982 dan tidak mengakui klaim sepihak Tiongkok.
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Muhammad Ali, menyatakan bahwa kerja sama dengan Tiongkok bertujuan untuk menurunkan tensi dan menjaga stabilitas di kawasan. Namun, Indonesia tetap berpegang teguh pada UNCLOS 1982 dan membuka peluang kerja sama untuk mencegah pertikaian.
Also Read
Sebelumnya, pada tahun 2019, terjadi insiden di mana kapal-kapal Tiongkok memasuki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di sekitar Natuna. Saat itu, Prabowo, yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan, menyerukan respons yang hati-hati dan menyebut Tiongkok sebagai “negara sahabat”. Namun, ia juga memerintahkan penambahan kapal angkatan laut di wilayah tersebut untuk menjaga kedaulatan Indonesia.
Secara keseluruhan, pemerintahan Prabowo-Gibran menegaskan komitmennya untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara, sambil mencari solusi diplomatik untuk mengurangi ketegangan dengan Tiongkok.