Setelah periode Lebaran, banyak pemerintah daerah di Indonesia secara tradisional mengadakan Operasi Yustisi Kependudukan untuk mengendalikan arus urbanisasi dan memastikan kepatuhan administrasi penduduk. Namun, efektivitas pendekatan ini semakin dipertanyakan, dengan banyak pihak berpendapat bahwa operasi semacam itu bukanlah solusi yang tepat untuk mengelola migrasi penduduk pasca-Lebaran.
Kritik terhadap Operasi Yustisi
Beberapa kritik utama terhadap Operasi Yustisi meliputi:
- Pendekatan Represif: Operasi ini sering dianggap terlalu menekankan penegakan hukum tanpa menangani akar penyebab urbanisasi, seperti kurangnya peluang ekonomi di daerah asal.
- Stigmatisasi Pendatang: Pendatang baru sering merasa dikriminalisasi atau tidak diterima, yang dapat menghambat integrasi sosial dan ekonomi mereka di kota-kota baru.
Pendekatan Alternatif
Also Read
Sebagai respons terhadap kritik tersebut, beberapa pemerintah daerah mulai mengadopsi strategi yang lebih inklusif dan solutif:
Pengembangan Ekonomi Daerah Asal: Mendorong pembangunan ekonomi di daerah asal untuk mengurangi dorongan migrasi ke kota-kota besar.
Penyediaan Pelatihan Kerja: Alih-alih melakukan operasi yustisi, pemerintah dapat menawarkan pelatihan keterampilan bagi pendatang baru untuk meningkatkan daya saing mereka di pasar kerja lokal.
Peningkatan Layanan Administrasi Kependudukan: Mempermudah proses pendaftaran dan administrasi bagi pendatang baru untuk memastikan mereka terdaftar secara resmi tanpa rasa takut akan tindakan represif.