Pada akhir tahun 2024, pemerintah Indonesia mengumumkan perubahan kebijakan terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang semula dijadwalkan berlaku pada 1 Januari 2025. Perubahan ini menimbulkan pertanyaan mengenai alasan di balik sikap pemerintah yang tampak berubah.
Latar Belakang Kebijakan PPN 12%
Kenaikan tarif PPN menjadi 12% merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Tujuannya adalah untuk meningkatkan penerimaan negara dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan berkelanjutan. Namun, menjelang penerapannya, pemerintah memutuskan bahwa kenaikan tarif ini hanya akan dikenakan pada barang dan jasa mewah, sementara barang dan jasa lainnya tetap dikenakan tarif PPN 11%.
Also Read
Alasan Perubahan Sikap Pemerintah
- Perlindungan Daya Beli MasyarakatSalah satu pertimbangan utama adalah menjaga daya beli masyarakat. Dengan membatasi kenaikan PPN hanya pada barang dan jasa mewah, pemerintah berupaya menghindari beban tambahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. Barang kebutuhan pokok dan jasa esensial tetap dikenakan tarif PPN 11% atau dibebaskan dari PPN, sehingga tidak memberatkan masyarakat luas.
- Respons terhadap Masukan Publik dan PengusahaKeputusan ini juga mencerminkan respons pemerintah terhadap masukan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat dan pelaku usaha. Sebelumnya, terdapat kekhawatiran bahwa kenaikan PPN secara umum dapat menekan daya beli dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Dengan membatasi kenaikan pada barang mewah, pemerintah menunjukkan fleksibilitas dan kepekaan terhadap aspirasi publik.
- Konsistensi dengan Kebijakan Pro-RakyatPemerintah menegaskan komitmennya untuk menjalankan kebijakan yang pro-rakyat. Dengan tidak menaikkan PPN untuk barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat banyak, pemerintah berupaya menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong pemerataan ekonomi dan melindungi kelompok rentan.
Analisis Dampak Kebijakan
Dengan membatasi kenaikan PPN pada barang dan jasa mewah, pemerintah berupaya mencapai keseimbangan antara meningkatkan penerimaan negara dan menjaga daya beli masyarakat. Namun, langkah ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai potensi dampaknya terhadap target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, yang sebelumnya diasumsikan dengan penerapan PPN 12% secara umum.
Selain itu, keputusan ini menunjukkan bahwa pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat dan pelaku usaha, serta siap menyesuaikan kebijakan fiskal untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan rakyat.